Aku, Rere dan Terang (Part III)

Terima kasih buat teman-teman yang masih setia membaca kelanjutan dari cerpen yang saya tulis. Ini bagian terakhir, saya tetap menantikan kritikan dan masukan untuk cerpen ini. Terima kasih dan selamat membaca senyum
***

Pertemuan yang indah dengan seorang gadis. Ini bukan cinta, tapi satu bentuk kekaguman pada seorang gadis yang mempunyai hati yang tulus. Jaman sekarang, susah menemukan orang-orang seperti itu. Aku jadi tak sabar untuk bertemu dengannya di gereja. Gereja? Apa aku layak masuk ke gereja, setelah perbuatan-perbuatanku selama ini?

Keesokan harinya, gadis itu kulihat menunggu di depan gereja.
Rere : “Hai, Selamat Hari Minggu.” Dengan ramah dia menyapaku.
Andi : “Selamat hari minggu juga”
Rere : “Yuk, kukenalin sama mama papaku. Ma, Pa, ini Andi sabahatku”
Aku kaget mendengar pernyataannya, bagaimana mungkin aku yang preman seperti ini dianggap sahabat olehnya. Orang tua Rere menyalamiku dengan hangat. Kehangatan sebuah keluarga yang sudah lama tak kurasakan. Lonceng gereja berbunyi, kami masuk ke dalam dan beribadah.

***

Keesokan malamnya, aku bertemu lagi dengan gadis itu, di sebuah taman. Pulang gereja kemarin kami sudah janjian untuk bertemu lagi di sana.
Andi : “Rere, kenapa kamu mau bersahabat denganku. Aku seorang preman, aku mencopet orang-orang. Dan dari sekian banyak orang yang aku copet, cuma kamu yang ga takut malah menunjukkan kasih kamu.”
Rere : “Aku ga malu dengan keadaan kamu. Apa yang sudah kamu lakukan di masa lalu. Itu tak membuat aku lantas tak mau bersahabat denganmu.”
Andi : “Mengenai kotbah di gereja kemarin, hati aku terketuk Re. Aku tau aku sudah melakukan banyak kesalahan. Apa Tuhan masih sayang sama aku? Apa Dia masih ada buat aku? Dia masih mau mengampuniku?”
Rere : “Apapun keadaan kamu, dosa apapun yang telah kamu perbuat, dia tetap menganggap kamu anakNya. Dia dengan sabar menanti kamu kembali ke jalanNya, karena apa, karena kasihNya yang sebegitu besarnya buat kamu. Dia rela memikul salib dan disalibkan cuma untuk membuktikan kasihnya buat kamu dan aku. ”
Andi : “Keluarga ku Re, keluarga ku yang membuat aku seperti ini. Aku hidup dengan kekayaan tapi tak ada kasih yang kurasakan di sana. Itu yang membuat aku pergi dari rumah ”
Rere : “Kamu ingat kata-kataku mengenai garam dan terang. Dalam situasi buruk maupun baik, kita harus menjadi terang itu. Jika kamu ada di dalam gelap. Kamu susah untuk melangkahkan kaki. Oleh karena itu perlu cahaya, perlu terang. Dengan keadaan yang sudah diterangi oleh cahaya, kamu bisa melihat segala sesuatunya dengan jelas. Benar ga. Nah, kita sebagai anak-anakNya, dalam keadaan keluarga yang bermasalah. Apa yang kita lakukan? Apa kita lari dari masalah? Tidak mau tinggal dalam keadaan seperti itu? Justru itu yang salah. Kita tunjukkan, kalau kita adalah terang yang akan menyinari kegelapan itu. Maukah kamu kita sama-sama berdoa sekarang ini. Minta pertobatan dan pengampunan. Kamu dulu yang berdoa lalu ditutup dengan doaku."
Andi : “Iya mau”

Aku dan Rere berdoa bersama di taman itu. Saat kami berdoa, air mataku menetes. Dan kurasakan hatiku begitu damai. Sepertinya, beban yang kurasakan selama ini sudah terlepas. Dari obrolan kami malam itu, Rere memberi saran agar aku kembali ke rumah.

Kumantapkan kaki ku untuk bergegas menuju rumah. Kuketuk pintu dan kulihat yang membukakan pintu adalah papaku.
“Ma, anak kita pulang.” Papa memanggil mama yang ada di dapur.
“Nak, kau sudah kembali? Jangan pergi lagi nak, kami benar-benar sedih. Maafkan kami. Kami orang tua yang egois, yang ga perduli sama kamu”. Papa meneteskan air mata dan memelukku dengan hangat.
Sambil menangis mama juga memelukku. Kami bertiga berpelukan. Aku juga tak kuasa menahan tangisku. Ya Tuhan, terima kasih untuk karunia ini. Terima kasih buat cinta kasih yang hadir kembali di rumah ini.

Itu lah awal pertemuanku dengan Rere. Sekarang, segala sesuatu sudah berubah. Aku tak lagi melakukan tindakan kriminal. Keluargaku hidup dalam cinta kasih. Dan yang terpenting, keluarga kami kembali dekat pada Tuhan. Ya, semua berubah berkat Rere. Rere yang selalu ingin menjadi terang dalam kehidupannya, kehidupan orang lain. Dan sekarang, Rere ada di depanku, dengan terbaring lemah. Rere terkena kanker otak stadium akhir. Kata dokter, dia bisa bertahan beberapa minggu lagi. Kupandangi lagi wajahnya, dalam keadaan nya seperti itu, tak membuat Rere kehilangan cahayanya. Ia tetap Rere seperti awal pertama yang kukenal. Aku meneteskan air mata.

Kupegang tangannya lalu aku berdoa pada Tuhan. Tuhan, terima kasih sudah mempertemukanku dengan Rere. Seorang gadis yang begitu mencintaiMu dan selalu ingin menjadi terang bagi orang lain, kini terbaring lemah karena penyakit itu. Tuhan, jika boleh aku meminta, tolong berikan Rere kesembuhan, bisa melihat Rere sembuh adalah kebagiaanku. Tapi segala sesuatunya kuserahkan padaMu. Aku percaya, apapun yang terjadi Tuhan sudah mempunyai rencana yang terbaik. Amin
***
Tak kusangka, itu adalah terakhir kali nya aku bertemu dan berdoa bersama dengan Rere. Kata-kata yang kamu sampaikan akan selalu kuingat dan kulakukan. Menjadi terang dalam kehidupan. Dan lakukan itu mulai dari lingkungan terkecil. Air mataku menetes membasahi tanah pekuburan yang masih baru itu. Kamu sudah menjadi terang buat kehidupanku Re. Selamat jalan.



3 terang dunia bersinar:



plendhus mengatakan...

gelap suatu saat akan lelah menjadi gelap, dan membutuhkan sentuhan dari kilau lentik sang lilin kecil, dan disaat itulah ada keindahan dalam kegelapan

cahyadi mengatakan...

walau berakhir dengan kesedihan tapi ceritanya sangat indah mbak... akhirnya terang itu bercahaya mengusir kegelapan...

yusfita mengatakan...

4 all : hehe..makasih buat koment dan kesediaannya membaca. mood saat nulis cerpen ini pada saat itu lagi melow. jadi berakhir kesedihan deh. :)

Posting Komentar